Headlines News :
Home » » Quo Vadis Brebes?

Quo Vadis Brebes?

Written By Unknown on Senin, 01 April 2013 | 01.21

Suatu saat saya makan di sebuah warung kecil di pinggir jalan di daerah Sitanggal-Jatibarang. Di warung itu pula terdapat beberapa warga yang tengah asik ngobrol. Saya mencoba menyimak obrolan kaum jelata ini karena rupanya serius. Mbuh ora ngerti pemimpin kita. Sudah puluhan tahun merdeka, sudah banyak ganti Bupati dan Wakil Bupati tetapi tetap saja kondisi tidak berubah, demikian salah satu kalimat yang terlontar dari salah satu peserta obrolan warung kopi. Menurut saya ini obrolan serius dan lebih serius daripada wakil rakyat di gedung Parlemen. Mengapa? Mereka orang-orang yang masih menggunakan motor dan sering blusukan di jalan perkampungan dimana masih banyak yang rusak, mereka juga masih merasakan betapa susahnya memenuhi kebutuhan hidup. Ini berbanding terbalik dengan pejabat yang masih suka mendiskusikan masalah kemiskinan tetapi di tempat yang ber-AC, di hotel dengan menu makanan yang beragam dan terkadang tidak habis menu tersebut. Ini tentu kontras dengan yang mereka diskusikan yaitu masalah kemiskinan.Dapatkan E-Book Marketing
Namun kaum proletar adalah mereka yang merasakan langsung dampak dari pergantian pemimpin selama ini. Obrolan warung kopi inilah yang mengilhami saya untuk menulis tentang Brebes yang baru saja memperingati HUT ke-335.
Yang paling terasa oleh sebagian besar masyarakat adalah akan kebutuhan dasar mereka yaitu kesejahteraan. Angka kemiskinan di Kota Bawang ini memang naik turun. Sebagai gambaran, angka kemiskinan tahun 2005 mencapai 27,79 %. Angka tersebut meningkat menjadi 30,36 % pada tahun 2006. Namun pada tahun 2007 menurun kembali menjadi 27,93 %, dan turun  berturut-turut menjadi 25,98 % (2008), 24,39 % (2009) dan 23, 01 % (2010), hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), Ir. Djoko Gunawan  dalam salah satu media online. Data Badan Pusat Stastitik menyebutkan bahwa pada 2012 jumlah penduduk di Brebes 1.742.511 jiwa, jadi Anda bisa hitung sendiri berapa warga yang masih tergolong miskin. Sulit rasanya kita menonjolkan kegagahan kota ini jika jumlah warga yang miskin saja masih tinggi. Bagaimana mungkin masyarakat akan berpikir rasional dan logis jika kebutuhan psikologisnya saja belum terpenuhi. Padahal, dalam teori kebutuhan seperti yang diungkapkan Abraham Maslow, kebutuhan psikologis berada pada peringkat pertama sebelum manusia berpikir untuk memenuhi kebutuhan sosial bahkan sampai ke kebutuhan aktualisasi diri.
Dari sini kita bisa memaklumi bahwa banyak anak-anak muda yang memiliki keterampilan dan potensi tetapi tidak mampu mengepakan sayapnya seperti laiknya seeokor burung Elang. Potensi terpendam ini harus kita letupkan untuk mendorong perubahan di kota ini. Kita baru saja memiliki kepala daerah baru yang dalam janji kampanyenya melakukan injeksi akan sebuah harapan akan perubahan. Tentu kita semua berharap Idza-Narjo yang telah dipercaya sebagian besar masyarakat bisa membuktikan janjinya itu. Menurut hemat penulis, tidak terlalu sulit untuk mengajak warga di Brebes karena secara psikologi rakyat Brebes terkenal dengan pekerja keras. Artinya, pemerintah tinggal memfasilitasi agar kerja keras mereka memiliki hasil yang optimal terutama pada sektor ekonomi. Tipikal kerja keras warga di Brebes menjadi modal kuat bagi pemerintah jika serius ingin memajukan daerah ini. Namun jika hanya ingin memanfaatkan ketidakberdayaan warga dalam kemiskinan maka membiarkan warga bekejera sendiri. Jika jalan ini yang dipilih maka tinggal menunggu bom waktu, karena lama kelamaan rakyat akan memberontak dengan kekuatan yang ada. Tidak terlalu sulit juga untuk menjatuhkan seorang kepala daerah jika kita berkaca pada sejumlah kasus. Kasus di Mesir, jatuhnya Presiden Soeharto, dan terbaru kasus Bupati Garut, Jawa Barat, Aceng Fikri yang sempoyongan meredam kasus asmaranya.
Sebagai seorang yang memiliki latar belakang Marketing Communication Advertising, saya mencoba mengasosiasikan konteks politik ini dengan sebuah produk komersial. Tugas seorang Marketing sesungguhnya bukan hanya pada level penjual tetapi bagaimana merawat customer agar menjadi pelanggan loyal yang akan menguntungkan sebuah produk. Idza-Narjo adalah sebuah merek, dan ketika bicara mereka maka kita akan bicara brand. Brand mereka sebagai kader PDI Perjuangan adalah wong cilik. Brand ini cukup melekat di persepsi sebagian besar masyarakat di Brebes. Dan analisa penulis, mereka dipilih salah satunya karena berasal dari kandang banteng tersebut. Bisa saja secara personality, mereka tidak begitu meyakinkan untuk dipilih menjadi kepala daerah tetapi ketika warga melihat asal partai mereka maka rakyatpun berbondong-bondong memilih keduanya. Sebagai warga asli kelahiran Brebes, penulis tentu ikut merasakan denyut nadi perubahan demi perubahan yang terjadi di Kota Brebes.
Idza-Narjo harus membuktikan bahwa keberadaan mereka memiliki dampak positif bagia rakyat di Brebes. Rakyat dalam arti luas, baik yang mendukung selama kampanye maupun tidak. Menurut hemat penulis, selain membenahi persoalan ekonomi, keduanya juga harus berpikir keras membenahi masalah infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Bahkan mereka berdua harus sesering mungkin melalui jalan rusak di perkampungan supaya merasakan betapa sulitnya dan rekosonya lewat di jalan rusak. Melalui tulisan ini saya ingin mengingatkan trend gerakan social politik  publik terhadap sikap para pejabat saat ini. Rakyat sudah cerdas mana yang betul-betul tulus membangun dan mana yang cuma basa-basi. Kita tentu ingat, saat Presiden SBY blusukan di perkampungan. Apa tanggapan rakyat saat itu, sebagian melihat blusukannya SBY cuma pencitraan. Ketidaksukaan publik begitu kentara di jaringan sosial media. Bisa jadi sebetulnya SBY ingin memperbaiki citra selama ini yang terkesan elitis, tetapi publik sudah kadung mempersepsikan SBY sebagai upaya pencitraan. Nah, jangan sampai Idza-Narjo mendapat stigma seperti itu.
Secara geografis Brebes memiliki potensi besar untuk lebih maju daripada tetangganya Kota Tegal. Bahkan, bukan hanya untuk Kota Brebes sendiri melainkan Jawa Tengah. Brebes merupakan etalase Jawa Tengah karena perbatasan dengan Cirebon, Jawa Barat. Kekuatan ini harus dioptimalkan sehingga lebih bermanfaat bagi masyaarkat. Kesempatan Idza-Narjo masih panjang untuk membawa Brebes menjadi daerah yang dikagumi, kota inspiratif karena perubahan demi perubahan terjadi. Beban mereka berdua sebetulnya tidak terlalu berat seperti rekan separtainya di DKI Jakarta, Joko Widodo. Secara budaya, psikologis, warga di Brebes memiliki keseragaman tidak serumit mengurus DKI. Warga juga tidak akan mengadili keduanya jika tidak bisa menyulap Brebes menjadi daerah maju. Rakyat cuma ingin melihat bukti kalau mereka serius membawa Brebes menjadi daerah yang lebih baik.
Momen HUT Kota Brebes ke-335 waktu yang paling tepat untuk melakukan pembenahan karena bisa diukur dengan waktu dan publikpun gampang melihatnya. Apakah di hari ulang tahun ke-336 mendatang ada perubahan atau tidak? Publik cukup membandingkan kondisi saat ini dengan yang akan datang. Jika tidak ada perubahan maka publik akan memberikan stigma buruk bagi keduanya dan partainya. Dan menurut hemat penulis, tahun-tahun ini justru yang menentukan masa depan mereka berdua dan partainya karena bertepatan akan diadakannya pemilihan umum 2014. Seperti yang pernah saya tulis, publik akan menghukum keduanya jika ternyata janji mereka palsu. Namun sebaliknya, rakyat akan menjadi pemilih loyal jika mereka mampu membuktikan janjinya tersebut. Usia 335 tentu usia yang sangat tua. Dalam teori Perilaku Konsumen, usia 335 sudah memasuki sarang kosong tiga yang artinya konsumen sudah mewariskan produk kepada generasi penerusnya karena tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga diwariskan secara turun menurun.
Namun usia ke-335  juga dihadapkan pada kalimat bahwa kedewasaan seseorang tidak ditentukan oleh usia. Kita tentu khawatir, diusianya yang tua renta ini Brebes bukan menjadi semakin dewasa dan bijak tetapi justru berperilaku seperti anak-anak. Salah satu perilaku anak-anak yang bisa dicermati publik adalah reaksioner dan tidak bertanggungjawab. Kita tentu tidak menginginkan pemimpin kita tidak bertanggungjawab, tetapi kita justru menginginkan pemimpin kita menjadi pribadi yang bertanggungjawab terhadap apa yang dijanjikan. APBD 2013 yang diprediksi 1,7 Triliun, rakyat yang pekerja keras, geografis yang strategis, menjadi sederet kekuatan Brebes. Publik ingin tanah kelahirannya tidak dicibir orang yang melewati jalan di Brebes karena bergelombang dan rusak. Sebaliknya, publik menginginkan agar setiap orang yang melintas di Brebes terkesima dengan perubah-perubahan yang mencengangkan. Selamat HUT Kota Brebes ke-335, semoga perubahan demi perubahan bisa kami saksikan. Tulisan ini pernah dimuat di Harian Radar Tegal, Edisi 25 Januari 2013
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Murniawati,S.Si - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template